Asupan yang kurang disebabkan
oleh banyak faktor antara lain:
Tidak tersedianya makanan secara adekuat Tidak
tersedinya makanan yang adekuat terkait langsung dengan kondisi sosial ekonomi.
Kadang kadang bencana alam, perang, maupun kebijaksanaan politik maupun ekonomi
yang memberatkan rakyat akan menyebabkan hal ini. Kemiskinan sangat identik
dengan tidak tersedianya makan yang adekuat. Data Indonesia dan negara lain
menunjukkan bahwa adanya hubungan timbal balik antara kurang gizi dan
kemiskinan. Kemiskinan merupakan penyebab pokok atau akar masalah gizi buruk.
Proporsi anak malnutrisi berbanding terbalik dengan pendapatan. Makin kecil
pendapatan penduduk, makin tinggi persentasi anak yang kekurangan gizi.
Anak tidak cukup mendapat
makanan bergizi seimbang makanan alamiah terbaik bagi bayi yaitu Air Susu Ibu
(ASI), dan sesudah usia 6 bulan anak tidak mendapat Makanan Pendamping ASI
(MP-ASI) yang tepat, baik jumlah dan kualitasnya akan berkonsekuensi terhadap
status gizi bayi. MP-ASI yang baik tidak hanya cukup mengandung energi dan
protein, tetapi juga mengandung zat besi, vitamin A, asam folat, vitamin B
serta vitamin dan mineral lainnya. MP-ASI yang tepat dan baik dapat disiapkan
sendiri di rumah. Pada keluarga dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang
rendah seringkali anaknya harus puas dengan makanan seadanya yang tidak
memenuhi kebutuhan gizi balita karena ketidaktahuan.
Pola makan yang salah Suatu
studi "positive deviance" mempelajari mengapa dari sekian banyak bayi
dan balita di suatu desa miskin hanya sebagian kecil yang gizi buruk, padahal
orang tua mereka semuanya petani miskin. Dari studi ini diketahui pola
pengasuhan anak berpengaruh pada timbulnya gizi buruk. Anak yang diasuh ibunya
sendiri dengan kasih sayang, apalagi ibunya berpendidikan, mengerti soal
pentingnya ASI, manfaat posyandu dan kebersihan, meskipun sama-sama miskin,
ternyata anaknya lebih sehat. Unsur pendidikan perempuan berpengaruh pada
kualitas pengasuhan anak. Sebaliknya sebagian anak yang gizi buruk ternyata
diasuh oleh nenek atau pengasuh yang juga miskin dan tidak berpendidikan.
Banyaknya perempuan yang meninggalkan desa untuk mencari kerja di kota bahkan
menjadi TKI, kemungkinan juga dapat menyebabkan anak menderita gizi buruk.
Kebiasaan, mitos ataupun
kepercayaan / adat istiadat masyarakat tertentu yang tidak benar dalam
pemberian makan akan sangat merugikan anak . Misalnya kebiasaan memberi minum
bayi hanya dengan air putih, memberikan makanan padat terlalu dini, berpantang
pada makanan tertentu ( misalnya tidak memberikan anak anak daging, telur,
santan dll) , hal ini menghilangkan kesempatan anak untuk mendapat asupan
lemak, protein maupun kalori yang cukup sehingga anak menjadi sering sakit
(frequent infection). Menjadi penyebab terpenting kedua kekurangan gizi,
apalagi di negara negara terbelakang dan yang sedang berkembang seperti
Indonesia, dimana kesadaran akan kebersihan / personal hygine yang masih
kurang, serta ancaman endemisitas penyakit tertentu, khususnya infeksi kronik
seperti misalnya tuberculosis (TBC) masih sangat tinggi. Kaitan infeksi dan
kurang gizi seperti layaknya lingkaran setan yang sukar diputuskan, karena
keduanya saling terkait dan saling memperberat. Kondisi infeksi kronik akan
meyebabkan kurang gizi dan kondisi malnutrisi sendiri akan memberikan dampak
buruk pada sistem pertahanan sehingga memudahkan terjadinya infeksi.
No comments:
Post a Comment